Kamis, 20 September 2012

Wulan temanku


Saat senja tiba mentari mulai tenggelam saat itulah aku berjalan santai di sekitar desaku hanya sekedar melepas penat setelah beraktivitas di sekolah yang cukup melelahkan. Setelah aku berjalan cukup jauh,aku rasakan perutku sangat lapar mungkin karena tadi belum makan siang. Diseberang jalan terlihat ada pedagang sate keliling,kebetulan pikirku aku sudah sangat lapar. “pak sate lontong,satenya lima tusuk ya” pintaku kepada penjual sate itu. “iya mbak,dibungkus apa dimakan disini?” tanya penjual sate itu  sambil mengambil beberapa tusuk sate untuk dipanggangnya. “dimakan disini saja.” Jawabku. Tak lama setelah itu aku selesai memakan sate itu.
Aku memutuskan untuk pulang kerumah,tak lama aku berjalan aku melewati rumah temanku Wulan,terlihat ada seorang perempuan sedang duduk santai di teras rumah itu. Perutnya buncit seperti ibu hamil aku melihatnya sangat mirip dengan Wulan tapi pikirku tidak mungkin mana mungkin Wulan temanku dulu sewaktu duduk dibangku sekolah dasar itu hamil. Aku sangat ingin menyapanya,tapi aku takut jika aku nanti salah orang. Ah aku lupakan saja,aku kembali berjalan menuju kerumahku.
Tak lama kemudian,terasa dari belakang ada yang mengikutiku dan tiba tiba “put.. apa kabar?” aku sangat kaget ternyata perempuan tadi benar Wulan temanku. “baik, kamu Wulan kan?” jawabku dengan agak gugup. “iya,kamu sudah lupa ya?” tanya Wulan dengan wajahnya yang polos. “tidak,tapi bukannya kamu pindah ke Jakarta?”
Kemudian ia mengajakku duduk di teras rumahnya. “duduk sini,tidak enak ngomong dijalan.” Aku pun duduk disebelahnya,ia meneruskan kembali ceritanya. “iya aku dulu memang di Jakarta,tapi karena ada masalah jadi aku pindah kesini lagi.” Aku penasaran apa sebenarnya masalah yang dialami Wulan. Dan aku bertanya “maaf kalau aku boleh tahu,kamu ada masalah apa?” aku menatap wajah Wulan,raut wajahnya berubah sebelumnya terlihat baik baik saja,tapi setelah aku bertanya raut wajahnya seperti ada yang disembunyikan.
“Ceritanya panjang.” Wulan menundukkan kepalanya,seperti ada masalah yang besar yang ia sembunyikan. Aku terdiam sebentar,menghentikan pembicaraanku dengan Wulan. Dan tiba tiba ia berkata “put..dulu aku memang tinggal di Jakarta,tapi setelah dua tahun aku tinggal disana...” Wulan meneteskan air matanya,dalam hati aku merasa kasihan dengan Wulan,tetapi aku juga penasaran dengan ceritanya dia belum selesai cerita kepadaku. Tak lama kemudian ia melanjutkan ceritanya kembali.
“aku disana berhubungan dengan seorang laki laki yang lebih tua dariku. Dan,kamu bisa tahu sendiri apa dampaknya bagiku.” Wulan tak henti henti meneteskan air matanya,sambil melihat kearah perutnya yang besar itu. Aku sabagai temannya ikut terlarut dalam kesedihan yang Wulan rasakan. Tak kusangka Wulan anak yang pendiam bisa melakukan hal yang tidak semestinya ia lakukan.
“Kenapa kamu bisa berbuat seperti itu?” aku mendekat kearah Wulan sambil memegang pundaknya. “aku tidak tahu,orang tuaku terlalu sibuk mereka tidak pernah memperhatikan aku. Tapi aku sadar ini semua salahku,aku khilaf.” Aku terdiam dan ikut merasakan kesedihan apa yang Wulan ceritakan,orang tuanya bekerja di Jakarta sejak ia masih kecil sekarang ia tinggal bersama neneknya. “lalu,kenapa kamu tinggal disini?” aku  bertanya kembali padanya.
“Aku disuruh orang tuaku pindah disini agar aku tidak salah pergaulan.” Mendengar cerita panjangnya tadi tak terasa hari sudah malam,aku melihat arlojiku menunjukkan pukul tujuh malam. “Wul,aku pamit dulu ya,sudah ,malam.” Aku pamit pulang karena hari sudah malam “oh iya sudah,kapan kapan mampir lagi ya.” Akupun pulang dari rumah Wulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar